Pages

Kamis, 16 September 2010

KALIMAT PLEONASTIS DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DITINJAU DARI PENYEBAB TERJADINYA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia telah melewati rajutan sejarah yang panjang sejak difungsikan sebagai lingua franca dan bahasa resmi hingga menjadi bahasa komunikasi di tingkat global.

Kenyataannya hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa wajib karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa sehari-hari seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain-lain. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Hal ini tidak hanya kita temui dalam percakapan sehari-hari saja, bahkan disetiap tulisan, artikel, blog, lirik lagu, nama toko, judul film lokal, atau apapun selalu ada bahasa asing yang terselip di dalamnya.

Bahasa Indonesia yang digunakan dikalangan anak remaja Indonesia saat ini sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Remaja masa kini cenderung memilih ragam bahasa yang santai sehingga tidak terlalu baku atau kaku. Justru jika mereka menggunakan bahasa baku mereka dianggap aneh oleh pendengar sebaya mereka. Di dalam penggunaan bahasa remaja ini sering kali kita mendengar kalimat yang bersifat rancu di mana struktur kalimatnya tidak teratur atau kacau. Salah satu bentuk kerancuan kalimat tersebut adalah ketika penggabungan dua bentuk kata yang secara tidak sengaja memiliki makna berlebihan. Memang kalimat-kalimat sederhana yang acap kali kita dengar dalam percakapan sehari-hari terdengar wajar dan sah-sah saja. Akan tetapi apabila kita telaah lebih seksama, muncul suatu kerancuan dalam kalimat-kalimat yang disampaikan. Bentuk kalimat yang seperti ini sering dikenal sebagai kalimat pleonastis.

Kalimat pleonastis ini sering kali kita dengar dalam kehidupan sekarang ini. Model kalimat seperti demikian tentunya membuat pendengar menjadi sulit dalam memahami kalimat yang dilontarkan tersebut. Fenomena tersebut terjadi diperkirakan karena para pembicara kurang memperhatikan atau memang tidak mengetahui kaidah bahasa Indonesia baku sehingga mereka tidak menggunakannya secara benar dan baik atau mereka tahu kaidah bahasa Indonesia baku, tetapi mereka sengaja tidak menggunakannya. Selain itu munculnya kalimat pleonastis ini juga dapat disebabkan oleh ketidaksengajaan penulis atau pembicara dalam menyampaikan kalimat tersebut, ketidaktahuan penulis atau pembicara adanya makna yang berlebih-lebihan dalam kalimat yang disampaikannya, atau kesengajaan penulis atau pembicara menyampaikan kalimat tersebut dengan maksud penekanan pada arti.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa dalam kehidupan dewasa ini kalimat pleonastis sering kali terdengar dalam telinga kita, baik itu dalam sebuah percakapan, lirik lagu bahkan dalam sebuah tulisan-tulisan. Maka dari itu di sini kami ingin mengkaji lebih jauh mengenai kalimat pleonastis tersebut dalam sebuah makalah yang kami beri judul “Kalimat Pleonastis Dalam Kehidupan Sehari-hari Ditinjau Dari Penyebab Terjadinya.”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1.1.1 Apakah pengertian dari kalimat pleonastis?

1.1.2 Apa saja penyebab terjadinya sekaligus menandai corak kalimat pleonastis?

1.1.3 Apa saja contoh–contoh dari kalimat pleonastis dalam kehidupan sehari–hari?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1.1.1 Untuk mengetahui pengertian dari kalimat pleonastis.

1.1.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya sekaligus menandai corak kalimat pleonastis.

1.1.3 Untuk mengetahui contoh–contoh dari kalimat pleonastis dalam kehidupan sehari–hari.

1.4 Manfaat Penulisan

Melalui penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat bagi para pembaca maupun masyarakat untuk dapat mengetahui pengertian dari kalimat pleonastis, penyebab serta contoh–contohnya dalam kehidupan sehari–hari sehingga dapat memperkecil kemungkinan penggunaannya dalam berkomunikasi maupun dalam penyusunan sebuah karya tulis dan ragam tulisan lainnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kalimat Pleonastis

Menurut J.S Badudu, suatu kalimat dikatakan pleonastis jika kalimat itu mengandung kata berlebih-lebihan. Konkretnya, kalau anda menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya, itulah pleonastis. Penampilannya bermacam-macam. Ada penggunaan dua kata yang searti yang sebenarnya tidak perlu karena menggunakan salah satu di antara kedua kata itu sudah cukup. Ada penggunaan unsur berlebih karena pengaruh bahasa asing, misalnya pengaruh apa yang disebut concort atau agreement dalam bahasa. Adapula kelebihan pengguaan unsur itu karena ketidaktahuan si pengguna bahasa, dan lain-lain.

Dalam kenyataan sehari-hari, sering dijumpai pemakaian pasangan kata seperti saling pukul-memukul, para hadirin, dan bermacam-macam sayur-sayuran. Pengulangan kata pukul-memukul sudah menyatakan pengertian saling, penggunaan kata hadirin sudah menyatakan makna jamak, dan pengulangan kata sayur-sayuran sudah menyatakan makna bermacam-macam. Agar tidak bersifat pleonastis, kata-kata saling, para dan bermacam-macam dalam kalimat-kalimat tersebut tidak perlu digunakan lagi, atau kemungkinan lain ketiga kata tersebut dipertahankan, tetapi ini harus diimbangi dengan pemodifikasian bentuk ulang yang mengikutinya. Dengan cara demikian, akan didapatkan pasangan kata saling memukul, para undangan dan bermacam-macam sayur.

2.2 Penyebab Terjadinya Sekaligus Menandai Corak Kalimat Pleonastis

Bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Tidak mungkin ada masyarakat tanpa bahasa, dan tak pula mungkin ada bahasa tanpa masyarakat. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu individu-individu tadi sebagai manusia yang berpikir, merasa dan berkeinginan. Makin rendah peradaban suatu masyarakat, makin sederhana bahasanya karena anggota-anggota masyarakat itu hanya membutuhkan simbol-simbol sederhana untuk menyatakan keinginan, kemauan, perasaan, serta pikirannya.

Dalam berkomunikasi masyarakat sering kurang memperhatikan penggunaan kalimat dalam berbahasa, sehingga sering terjadi pengucapan kalimat yang tidak efektif, yang seperti dijelaskan pada subbab 2.1 dikenal dengan istilah pleonastis. Menurut J.S Badudu di dalam bukunya yang berjudul ”Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III” disebutkan ada empat penyebab terjadinya sekaligus menandai corak kalimat pleonastis, yaitu:

1) dalam satu frasa terdapat dua atau lebih ungkapan (kata) yang bersinonim,

2) bentuk jamak yang dinyatakan dua kali,

3) pengertian suatu kata sudah terkandung dalam kata yang lain pembentuk frasa itu, dan

4) kata penanda jamak diikuti oleh bentukan jamak.

2.3 Contoh-contoh Penggunaan Kalimat Pleonastis

Adapun contoh-contoh penggunaan kalimat pleonastis dalam kehidupan sehari-hari, ditinjau dari penyebab terjadinya, adalah:

a. Penggunaan dua kata sinonim

- Sejak dari pagi aku belum makan dan minum.

Dalam kalimat tersebut kata sejak dan dari memiliki arti yang sama, sehingga dalam kalimat kita cukup menggunakan salah satu dari kedua kata tersebut agar kalimat menjadi efektif. Maka penulisan yang benar dari kalimat tersebut adalah ” sejak pagi aku belum makan dan minum” atau ”dari pagi aku belum makan dan minum.”

- Pertumbuhan ekonomi negara-negara di Eropa menunjukan perkembangan yang sangat pesat sekali.

Kata sangat di sini sama artinya dengan kata sekali, karena itu sangat pesat sama artinya dengan pesat sekali.

Maka dalam kalimat di atas dipilih cara mengatakannya salah satunya saja, yaitu; ” Pertumbuhan ekonomi negara-negara di Eropa menunjukan perkembangan yang sangat pesat.” atau ” Pertumbuhan ekonomi negara-negara di Eropa menunjukan perkembangan yang pesat sekali.” Contoh lain penggunaan kata yang memiliki makna sama dalam satu kalimat adalah:

- Sejak awal mula sudah kuduga dialah pencurinya.

Kata awal sama artinya dengan mula; dari awal sama dengan dari mula (nya). Namun biasanya kedua kata sinonim itu digunakan sekaligus. Penulisan seperti itu akan membuat kalimat menjadi tidak efektif sehingga penulisannya cukup menggunakan salah satu saja dari kata awal / mula, menjadi ”Sejak awal” atau ”Sejak mula.”

- Wati adalah merupakan anak tunggal dari keluarga Subroto.

Kata adalah dalam bahasa Indonesia dewasa ini digunakan sebagai kopula (penggabung) untuk mengeksplisitkan hubungan antara subjek dan predikat kalimat. Kata merupakan juga berfungsi sebagai kopula saja. Karena itu, pemakai bahasa harus memilih salah satunya saja yaitu adalah atau merupakan.

- Agar supaya kesehatan tetap terjaga, maka kebersihan lingkungan harus dipelihara.

- Ban motor ayah pecah oleh karena melindas paku besi.

Kata agar sama artinya dengan supaya, begitu juga kata oleh memiliki arti yang sama dengan kata karena. Sehingga, dalam kalimat cukup menggunakan salah satu saja dari kata ini.

b. Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali

- Hadirin-hadirin kami persilakan meninggalkan ruang seminar.

Dalam kalimat di atas, kata hadirin sudah bermakna jamak. Namun dalam penggunaannya pada kalimat tersebut, kata hadirin dinyatakan dua kali, sehingga manjadikan kalimat tersebut berlebihan. Penulisan ataupun pengucapan kalimat tersebut seharusnya ” Hadirin kami persilakan meninggalkan ruangan. ”

c. Pengertian suatu kata sudah terkandung dalam kata yang lain pembentuk frasa itu

- Dalam hidup ini, kita harus saling tolong-menolong.

- Kedua remaja itu saling berpeluk-pelukan, setelah selama sebulan tak berjumpa.

- Para pejabat itu saling bersalam-salaman di akhir acara rapat.

- Para siswa SMA Bakta Satya saling baku hantam.

Kata saling memberikan pengertian dari dua belah pihak. Bentuk ulang tolong-menolong, berpeluk-pelukan, bersalam-salaman, dan kata baku hantam juga mempunyai pengertian seperti saling. Misalnya, jika si A menolong si B dan sebaliknya si B menolong si A pada kesempatan lain, dikatakan bahwa A dan B tolong-menolong atau A dan B saling menolong. Karena itu, penggunaan sekaligus kata saling dengan bentuk perulangan kata kerja seperti itu memang berlebih-lebihan. Seharusnya hanya digunakan salah satunya saja.

d. Kata penanda jamak diikuti oleh bentuk jamak

- Banyak orang-orang yang berkerumun menyaksikan kecelakan mobil tadi pagi.

- Para hadirin dimohon berdiri.

Kata banyak dan kata para dalam kalimat tersebut, sudah menyatakan makna jamak. Namun, dalam penggunaannya pada kalimat di atas diikuti oleh kata orang-orang dan kata hadirin yang juga bermakna jamak sehingga menyebabkan kalimat menjadi berlebihan. Kalimat tersebut seharusnya cukup ditulis atau diucapkan ” Banyak orang yang berkerumun menyaksikan kecelakaan mobil tadi pagi ” dan ” Hadirin dimohon berdiri. ”

Selain contoh-contoh di atas, adapun contoh-contoh nyata penggunaan pleonastis dalam kehidupan sehari-hari yang penulis dapatkan, yaitu:

Kampus UNDIKSHA, 23 Oktober 2008

” Rekan-rekan sekalian yang saya hormati dan saya banggakan, saya mohon perhatian dari saudara-saudara sejenak. ”

Itulah kalimat yang diucapkan oleh Ngurah Sastra, Wakil Ketua HMJ Pendidikan Fisika, pada saat mengawali rapat suksesi HMJ Pendidikan Fisika. Kemudian saat pemilihan ketua OC dan SC, Ketua HMJ Pendidikan Fisika, Ketut Putra Wirata berkata kepada peserta rapat, ” Rekan-rekan yang mau bersedia mencalonkan diri sebagai ketua OC dan SC saya persilakan maju ke depan.” Kalimat-kalimat sederhana seperti tersebut di atas acap kali terdengar wajar dan sah-sah saja dalam acara-acara resmi seperti rapat. Akan tetapi apabila kita telaah lebih seksama, muncul suatu kerancuan dalam kalimat-kalimat yang disampaikan tadi. Seperti pada frasa rekan-rekan sekalian, mau bersedia, dan maju ke depan, penggunaan frasa-frasa tersebut menjadi berlebih-lebihan karena kata rekan-rekan digabung dengan frasa sekalian yang sebenarnya sama-sama memiliki makna jamak, karena rekan-rekan itu sudah menyatakan banyak. Kalimat ini cukup diucapkan rekan-rekan yang saya hormati atau rekan sekalian yang saya hormati. Kemudian pada frasa maju ke depan kedua frasa tersebut sebenarnya sudah memiliki arti yang sama, karena maju sudah pasti ke depan, sehingga cukup diucapkan saya persilakan maju atau saya persilakan ke depan, dan pada frasa mau bersedia sebenarnya bisa menggunakan salah satu kata saja dari kata mau/bersedia, sehingga menjadi mau mencalonkan diri atau bersedia mencalonkan diri.

” Nak, nanti jangan pulang terlalu malam sekali ya.”

Kalimat ini sering diucapkan oleh ibu Suparman, tuan rumah saya, kepada anak kos, ketika anak kos berpamitan untuk pergi. Pada kalimat tersebut, penggunaan frasa terlalu malam sekali menjadikan kalimat tersebut kurang efektif, karena sebenarnya bisa menggunakan salah satu kata saja dari kata terlalu/sekali sehingga menjadi terlalu malam atau malam sekali. Lalu pada suatu hari, saya sedang duduk di beranda rumah kos saya, saya mendengar Meri, seorang teman kos saya berkata kepada Kiki, ” Ki, besok tolong balikin semua buku-buku catatanku.” Pada kalimat ini kata buku-buku sudah menyatakan makna banyak. Sehingga penggunaan kata semua tidak diperlukan karena akan mengakibatkan kalimat menjadi tidak efektif. Kalimat tersebut cukup diucapkan ” balikin semua buku catatanku ” atau ” balikin buku-buku catatanku. ”

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa:

1. Suatu kalimat dikatakan pleonastis jika kalimat itu mengandung kata berlebih–lebihan atau kalimat yang menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya.

2. Ada empat penyebab terjadinya sekaligus menandai corak kalimat pleonastis, yaitu:

a. dalam satu frasa terdapat dua atau lebih ungkapan (kata) yang bersinonim,

b. bentuk jamak yang dinyatakan dua kali,

c. pengertian suatu kata sudah terkandung dalam kata yang lain pembentuk frasa itu, dan

d. kata penanda jamak diikuti oleh bentukan jamak.

3.2 Saran- saran

Masyarakat dan mahasiswa hendaknya menghindari penggunaan kalimat pleonastis dalam bercakap-cakap, maupun membawakan acara-acara resmi seperti rapat dan seminar dan tidak menggunakan kalimat pleonastis dalam penulisan makalah, karya tulis, maupun ragam tulisan lainnya.

1 komentar:

^_^ Eterr mengatakan...

Kak kalau
Turnamen Turnamen dan para pemain berbakat.. Yg salah mana ya kak?

Posting Komentar